Analisasumut.com
Beranda Analisa NEWS Vonis Kasus Lalu Lintas di PN Kisaran Menuai Kontroversi, Ini Kejanggalannya

Vonis Kasus Lalu Lintas di PN Kisaran Menuai Kontroversi, Ini Kejanggalannya

Vonis kasus lalu lintas yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kisaran terhadap terdakwa Mhd Armadiansyah menuai kontroversi.

Proses persidangan yang dilakukan melalui video call dan tidak mempertimbangkan pleidoi dari terdakwa dinilai bertentangan dengan prosedur hukum yang berlaku.

Kejanggalan lainnya adalah hakim memutuskan vonis dua tahun penjara, jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang hanya satu tahun, serta keterlambatan pemberian salinan putusan yang mengancam hak banding terdakwa.

Pengadilan Negeri (PN) Kisaran kini tengah menjadi sorotan publik akibat adanya kejanggalan dalam proses persidangan yang dilakukan oleh majelis hakim TS, yang memvonis perkara lalu lintas dengan nomor pidana 664/Pid.sus/2024/PN Kis atas nama terdakwa Mhd Armadiansyah.

Kejanggalan tersebut terjadi karena hakim memvonis terdakwa dengan menggunakan sidang hakim tunggal melalui video call, tanpa mempertimbangkan pleidoi atau nota pembelaan yang telah disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa.

Sidang ini berlanjut dengan vonis langsung setelah pembacaan pleidoi, tanpa memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaannya secara langsung.

Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Kisaran, jadwal persidangan untuk pembelaan dilakukan pada 25 November 2024, dan pada hari yang sama terdakwa langsung dijatuhkan vonis.

Hal ini menimbulkan keheranan, apalagi vonis yang dijatuhkan hakim, yaitu dua tahun penjara, sangat berbeda dengan tuntutan jaksa yang hanya menuntut satu tahun penjara.

Baca Juga: KPU Batu Bara Gelar Sidang Pleno Pilkada

Pengamat hukum, Tuseno, mengkritik tindakan hakim tersebut dan menyatakan bahwa hal ini bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Setiap terdakwa berhak untuk memberikan pembelaan. Keputusan hakim yang tidak memperhatikan hal ini jelas merupakan cacat hukum,” ujarnya, Selasa (3/12/2024).

Selain itu, Tuseno juga menyoroti bahwa PN Kisaran belum memberikan salinan putusan kepada terdakwa meskipun sudah lebih dari tujuh hari sejak vonis dijatuhkan pada 25 November. Ia menegaskan bahwa hal ini melanggar hak terdakwa untuk mengajukan banding.

“Jika salinan tidak segera diberikan, maka terdakwa bisa kehilangan hak untuk banding,” tambahnya.

Tuseno menyarankan agar keluarga terdakwa mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan yang sudah dijatuhkan tersebut.

“Jika sudah demikian, maka putusan itu akan menjadi tetap, dan langkah terbaik adalah mengajukan PK untuk memastikan bahwa hak-hak terdakwa tetap terlindungi,” pungkasnya.

(Pb/AS)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan