SMA Negeri 5 Pematangsiantar Terjerat Sengketa Lahan Sejarah dan Dampaknya
Gugatan keluarga mendiang Hermawanto Lee alias Yempo, pemilik PT Detis Sari Indah (DSI) atas lahan SMA Negeri 5 Pematangsiantar dimenangkan Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar. Keluarga menggugat Pemko Pematangsiantar, Pemprov Sumut, Dinas Pendidikan Sumut dan kepala sekolah. Para tergugat yang notabene penyelenggara pemerintahan mengajukan banding di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) Medan.
Dibaca Juga : Dinkes Siantar Fokus Persiapkan Pemeriksaan Kesehatan Gratis di Tahun 2025
Namun, justru majelis hakim memutuskan menguatkan putusan PN Pematangsiantar yang dimenangkan keluarga Hermawanto Lee. Kini perkara itu tengah masuk ke tingkat Mahkamah Agung (MA) untuk kasasi. Dilansir dari beberapa sumber, permasalahan itu bermula dari rencana ruislag atau tukar guling antara Pemko Pematangsiantar dengan Hermawanto Lee pada 2006. Kesepakatannya, lahan SMA 4 Pematangsiantar dan SD Negeri 122350 diberikan kepada Hermawanto.
Satu sisi, Hermawanto akan memberikan lahan di Jalan Medan, Kecamatan Siantar Martoba yang kini dibangun sekolah SMA N 5 Pematangsiantar, lahan dan bangunan di Jalan Gunung Sibayak, Kecamatan Siantar Timur. Kemudian sebuah lahan serta bangunan di Jalan Pane Kecamatan Siantar Timur dan di Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Siantar Sitalasari.
DPRD Pematangsiantar ketika itu menyetujui tukar guling dilakukan melalui surat Nomor 425/4255/DPRD/IV/2007. Dalam surat tersebut menyatakan memberikan Persetujuan Permohonan Tukar Menukar Barang Milik Pemerintah Pematangsiantar berupa tanah bangunan SMAN 4 dan SD 122350 seluas 24.621 M2. Pemko Pematangsiantar kemudian mulai bergerak dan sempat berencana memindahkan proses belajar mengajar SMA Negeri 4 ke Jalan Gunung Sibayak secara berangsur.
Wali Kota Robert Edison Siahaan yang kala itu menjabat mengeluarkan surat 011/4059/VII/2008 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Pematangsiantar meminta agar siswa kelas X (kelas 1) mengikuti kegiatan belajar mengajar di gedung yang dibangun PT DSI di Jalan Gunung Sibayak. Penerimaan siswa baru pun sempat dilakukan di lokasi sekolah yang baru tersebut berdasarkan turunan surat Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Pematangsiantar Nomor: 420/2944.PP/2008 memerintahkan Kepala Sekolah SMA Negeri 4 Pematangsiantar.
Penolakan dari berbagai lapisan masyarakat mulai muncul sejak saat itu, bahkan ratusan siswa/i SMA Negeri 4 dan SD Negeri 122350 mengadakan unjuk rasa besar-besaran. Mereka melakukan long march dan memblokir Jalan Sutomo yang berada persis di samping sekolah. “Setiap harinya selama berbulan-bulan keadaan inti kota chaos. Demo di mana-mana menolak kebijakan pemerintah,” kata Alumni SMA Negeri 4 Pematangsiantar, Christy Sirait yang kala itu turut dalam barisan massa, Sabtu (25/1/25).
Satu sisi, Pemko Pematangsiantar membangun SMA Negeri 5 Pematangsiantar di lahan Jalan Medan, Kecamatan Siantar Martoba. Proses pembelajaran kala itu masih menyesuaikan SMA Negeri 2 Pematangsiantar. Setelah mendapat penolakan dari masyarakat dan pelajar, kesepakatan tukar guling tersebut akhirnya batal. Pembelajaran SMA Negeri 4 dan SD Negeri 122350 dikembalikan ke semula dan siswa yang sempat belajar di Jalan Gunung Sibayak disatukan ke sekolah awal.
Pada tahun 2008, Hermawanto Lee kemudian memberikan pinjam pakai tanpa sewa kepada Pemko Pematangsiantar atas lahan SMA Negeri 5, karena proses pembelajaran telah dimulai di sekolah tersebut dan menimbang kondisi siswa-siswi nya. Tahun 2017 pengelolaan SMA sederajat diambil alih Pemprov Sumut. Kala itu, pemerintah berniat membeli lahan tersebut dengan harga Rp40,7 miliar, sementara dari perhitungan PT DSI nilainya mencapai Rp49 miliar.
Pada tahun 2019, PT DSI menyurati Gubernur Sumatera Utara dan Kepala Dinas Pendidikan Sumut terkait lahan tersebut. Namun surat itu tak kunjung dibalas, dan rencana pembelian itu pun akhirnya gagal. Kemudian PT DSI berniat menjual lahan SMA N 5 itu ke pihak yang lain. Perusahaan tersebut menyurati Pemprov Sumut agar lahan dan bangunan itu dikosongkan. Bahkan somasi telah dilayangkan beberapa kali dan tidak kunjung digubris. Alhasil PT DSI melalui Henny Lee yang merupakan anak Hermawanto Lee mengajukan gugatan ke PN Pematangsiantar dengan Nomor 119/PDT.G/2023/PN PMS.
Dia meminta ganti rugi sebesar Rp58.106.832.040. Majelis hakim juga diminta menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp50 juta per hari jika para tergugat lalai dalam melaksanakan putusan ini terhitung sejak berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, hakim diminta untuk memerintahkan para tergugat untuk menghentikan proses belajar mengajar dan menyerahkan tanah dan bangunan dalam keadaan kosong.
Dibaca Juga : Lapas Padangsidimpuan Perkuat Sinergi dengan Penandatanganan Komitmen 2025
Gugatan itu pun diterima. Majelis hakim memerintahkan penyelenggara pemerintahan itu dengan tanggung renteng untuk membayar ganti rugi kepada Henny Lee sejumlah Rp40.751.400.000 (Empat puluh miliar tujuh ratus lima puluh satu juta empat ratus ribu rupiah).