Sengketa Lahan 17 Hektare, DPRD Sumut Turun Tangan dan Akan Fasilitasi ke ATR/BPN
Komisi A DPRD Sumatera Utara menyatakan keseriusannya untuk menjembatani penyelesaian sengketa eksekusi lahan seluas 17 hektare yang terjadi di Lingkungan 16, 17, dan 20, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, ke Kementerian ATR/BPN.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi A, Zeira Salim Ritonga, bersama anggota Komisi A Irham Buana Nasution, yang menilai perlunya intervensi dari pemerintah pusat untuk menghindari kekeliruan dan ketidakpastian di masyarakat.
“Saya menilai ada celah hukum untuk menuntaskan ini. Semuanya bisa diselesaikan jika ATR/BPN membatalkan keputusan eksekusi yang bermasalah. Kami berharap BPN Kota Medan tanggap terhadap kejanggalan ini,” ujar Zeira.
Zeira menambahkan bahwa Komisi A akan segera ke Jakarta untuk meminta saran dan masukan langsung dari Kementerian ATR/BPN.
Baca Juga : Aksi Blokade Ribuan Warga Gagalkan Eksekusi Lahan 32 Hektar di Serbaguna
Ia juga mengimbau semua pihak terkait untuk menahan diri selama proses penyelesaian berlangsung.
Sementara itu, Irham Buana Nasution menekankan pentingnya verifikasi dokumen penetapan eksekusi di BPN Medan.
Jika ditemukan indikasi kecurangan atau dokumen tidak sah, DPRD Sumut siap merekomendasikan tindakan korektif melalui konsultasi formal dengan kementerian.
“Jika dokumen tidak otentik, kami akan memastikan adanya peninjauan ulang. DPRD siap berdiskusi langkah apa yang harus dilakukan bersama ATR/BPN,” kata Irham.
Anggota Komisi A menegaskan bahwa kasus ini bakal dibawa ke level negara, mengingat masyarakat terdampak telah menempati kawasan tersebut selama lebih dari 70 tahun secara turun-temurun.
“Kami akan menjadwalkan kembali pertemuan dan meminta peran aktif Pengadilan Negeri Medan yang sejatinya menjadi sumber informasi utama serta meminta masyarakat atau ahli waris melengkapi dokumen,” ucap Irham menambahkan.
Sebelumnya, kuasa hukum masyarakat, Irwansyah Gultom, menyatakan bahwa warga telah menggugat penetapan eksekusi ke Pengadilan Negeri Medan dengan alasan keberatan hukum atas putusan yang diklaim menjerat mereka secara sepihak.
Namun, dalam beberapa Rapat Dengar Pendapat (RDP), Pengadilan Negeri Medan tidak hadir untuk memberi klarifikasi, sehingga menimbulkan kesan pembangunan kebijakan tanpa partisipasi penuh.






