Penyidikan Kasus Kompol Ramli Sembiring Dinilai Cacat Prosedur oleh Ahli Hukum
Penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kompol Ramli Sembiring, mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut, dinilai cacat prosedur oleh ahli hukum dalam sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri Medan.
Sidang lanjutan permohonan praperadilan terkait penetapan tersangka Kompol Ramli Sembiring, mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut, di Pengadilan Negeri Medan, Senin (14/4), menghadirkan Dr. Dani Sintara, SH, MH, seorang ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
Dalam keterangannya, Dani menjelaskan soal kewenangan penanganan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor), yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2024, yang memberikan wewenang penanganan perkara Tipikor kepada Korps Pemberantasan Korupsi (Kortas Tipikor), bukan Bareskrim Polri.
Baca Juga: Jenis-Jenis Ikan yang Aman untuk Pengidap Kolesterol, Simak Daftarnya!
Dani menegaskan bahwa jika penyidikan perkara Tipikor dilakukan oleh Bareskrim Polri, maka hal tersebut telah menyalahi aturan dan dapat dianggap cacat prosedur. “Bareskrim melaksanakan kewenangan tanpa dasar kewenangan, karena kewenangan itu ada pada Kortas Tipikor,” ujarnya.
Dalam sidang tersebut, Hakim Tunggal Phillip Mark Soentpiet mendengarkan keterangan ahli lainnya, seperti Dr. Panca Sarjana Putra, SH, MH, dan Dr. Andi Hakim Lubis, SH, MH.
Sementara itu, kuasa hukum Ramli Sembiring, Irwansyah Nasution, mengkritik prosedur penyidikan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri.
Menurutnya, penyidikan seharusnya dilakukan oleh Kortas Tipikor, dan kliennya tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), yang merupakan pelanggaran terhadap prosedur yang sah.
Siap Untuk Tampil Lebih Percaya Diri? Kunjungi Website Kami dan Temukan Layanan Salon Terbaik!
Irwansyah juga mempertanyakan kelengkapan barang bukti, yang tidak diperlihatkan kepada kliennya selama pemeriksaan. Ia menegaskan bahwa jika barang bukti tidak diperlihatkan, maka proses penyidikan dapat dianggap cacat.
Pihak kuasa hukum memohon kepada Hakim untuk memutuskan praperadilan ini secara objektif, tanpa tekanan dari pihak manapun, dan memberikan rasa keadilan yang seadil-adilnya. Sidang praperadilan ini diharapkan dapat mengungkapkan kebenaran dan menegakkan hukum yang adil.






