Pengacara Dituding Arogan Dirikan Plank di Tanah Warga, Ketua Peradi Medan Angkat Bicara
Ketua Peradi Medan Dwi Ngai Sinaga,SH.MH mengecam tudingan sikap arogansi seorang pengacara di Toba yang menjakankan tugas profesi advokatnya di masyarakat, Mekar Sinurat,SH (MS).
Dwi menyebutkan seorang pengacara dalam menjalankan tugas profesinya, harus menjunjung tinggi nilai dan kode etik profesi advokat dalam menjalankan tugasnya.
Salah satunya dengan memperlihatkan surat kuasa yang diterimanya dari si pemberi kuasa sebagaimana telah dikuasakan kepadanya sebagai penerima hak kuasa hukum mewakili kliennya untuk menjalankan tugasnya di lapangan.
Menyikapi apa yang terjadi, ia sangat menyayangkan peristiwa tersebut terjadi. Pertama, terkait legal standingnya, seorang pengacara itu harus jelas, ia datang sebagai apa ke lapangan dengan menunjukkan atau memperlihatkan legal standingnya.
“Apakah dia pemilik kuasa hukum yang telah dikuasakan dalam menjakankan tugas perjaannya sebagai pengacara/kuasa Hhukum. Kalau ia tak mampu memperlihatkan surat kuasanya, berarti dia bukan seorang pengacara yang dikuasakan atau diberi hak kausa bekerja dalam hal objek tersebut,” tuturnya.
“Kalau ia datang atas nama dari Yayasan Tunas Bangsa Soposurung, apa legal standingnya disitu? Tentu ada surat kuasa yang telah dikuasakan yayasan kepadanya. Harus memiliki legal standing, kalau tidak ada legal standingnya tentu tidak memiliki dasar dan kekuatan Hukumnya. Secara kode Etik perofesi Advocat, bila itu tidak dimiliki tentunya ia sudah melanggar,” sambungnya.
Dengan kejadian yang ada bila memang benar demikian terjadi atas sikap arogansi yang dituduhkan kepada sang advokat, silahkan warga yang merasa dirugikan melaporkan dengan berkirim surat kepada Dewan Kehormatan Peradi terkait soal tudingan perlakuan arogansi oknum pengacara tersebut.
Lebih lanjut dijelaskannya, seorang pengacara dalam menjalankan tugas profesi advocadnya tidak bisa ujuk-ujuk mendirikan plang manakala ada yang keberatan. Bahkan, mendirikan plang tanpa ada alas hak adalah tindakan penyerobotan.
“Silahkan menyurati Dewan Kehormatan Peradi supaya bertindak sesuai Kode Etik Advokat.
Dalam mendirikan plank lanjutnya, semestinya harus disampaikan apa yang menjadi hak dasarnya untuk mendirikan plang tersebut. Tidak boleh ujuk-ujuk naikkan plang.
“Kalaupun si pengacara selaku yang dikuasakan pemberi hak kuasa menunjukkan alas haknya dan kita juga punya alas hak yang juga mengaku sebagai pemilik hak atas tanah tersebut. Ke dua surat bukti alas hak kepemilikan tersebut harus diuji dulu kebenaran keasliannya melalui Pengadilan Negeri (PN). Pemerintah tidak boleh semena mena bertindak dengan perlakuan menyerobot lahan masyarakat. Silahkan dibuktikan dulu di Pengadilan, jangan langsung main pasang plang,” terangnya.
Terkait dugaan penyerobotan lahan warga tersebut, masyarakat juga berhak melaporkannya ke pihak kepolisian sebagai tindak lanjut proses Hukum.
“Itu bisa dilaporkan soal kasus dugaan penyerobotan.Jangan masyarakat dirugikan,” terangnya.
Terpisah, Jaya Napitupulu yang mengaku sebagai pemilik waris turunan dari leluhur nenek moyangnya (Oppungnya) yang juga tinggal di kawasan sekitaran tanah lapangan Mini keturunan Oppung Ujuan Napitupulu (+) sebagai pemilik awal tanah Lapangan Mini menuturkan pengalamannya berhadapan dengan MS disaat hendak akan pendirian plang di Lapangan Mini yang terjadi pada hari Jumat (4/4/2025).
Baca juga : Tewas di Ruang Mesin, KKM Kapal Sumber Jaya Dimakamkan di Langkat
Disebutkan Jaya Napitupulu, saat itu ia meminta surat kuasanya untuk mendirikan plang yang diterimanya dari pemberi hak kuasa. Sebaliknya malah MS sambil menunjuk tulisan yang ada plang.
Disamping mendirikan plang oknum pengacara tersebut juga memerintahkan sekelompok orang membabat rumput di Lapangan Mini tersebut. Yang semakin memperdalam kekecewaan Jaya Napitupulu dan keluarga. Oknum pengacara menunjukkan sikap arogansi.
Ia memperlihatkan sikap dan tindakan tidak terpuji sebagai seorang Advokat.
“Ia juga menyuruh sejumlah orang juga membabat rumput di lapangan dan mengatakan jangan takut. Kalimat ini kan memperlihatkan arogansinya,” tuturnya.
Jaya Napitupulu juga menuturkan, beberapa pekan lalu, Kadisdik Toba Rikardo Hutajulu meminta izin kepadanya untuk menggunakan lapangan Mini ini. Acara tersebut pun dihadiri Bupati dan Wakil Bupati kabupaten Toba.
Dikesempatan tersebut Bupati Toba menyemangati seluruh peserta didik yang hadir.
“Kalau ini benar milik Disdik Provsu, mengapa Kadisdik Toba harus minta izin kepada saya? Ini jadi sebuah pertanyaan besar,” imbuhnya.
Ditambahkannya, pengacara MS pergi ke Polsek Balige untuk meminta agar Lapangan Mini dapat digunakan sebagai lokasi ujian kesemaptaan.
“Nah setelah pergi dari areal kita ini, ia pergi ke Polsek. Lalu Kapolsek Balige menghubungi kita untuk meminta lapangan ini untuk bisa digunakan lokasi ujian kesemaptaan yang akan digelar oleh SMA Unggul Yayasan Tunas Bangsa Soposurung. Atas tindakan arogansi oknum pengacara tersebut saya sangat kecewa,” tambahnya.
“Saya tidak mau kasih karena mereka itu sudah arogan. Sudah tak memperlihatkan legal standingnya. Dan ia saya bilang ingin menyerobot lahan kami ini. Masa ada plang tiba-tiba di lahan kami,” lanjutnya.
“Kalau ia sebagai pengacara, seharusnya ia harus memperlihatkan surat kuasa, pihak pemerintah setempat pun hadir. Dan harus diingat, tanah ini tak pernah menjadi permasalahan,” terangnya.
Sementara Mekar Sinurat,SH saat di konfirmasi via selulernya, Minggu, (6/4/2025) mengaku sebagai kuasa Hukum Yayasan Tunas Bangsa Soposurung Balige berdasarkan Surat Kuasa No.019/SKK/MSP/VIII/2024 tanggal 24 Agustus 2024.
Dalam hal pemasangan Plank kita sebagai kuasa hukum dari Yayasan bekerja sama dengan Kuasa Hukum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara C/q Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Dr.Drs.Saut Aritonang,S.H,MH,MHum.
Dalam kuasa yang diberikan dalam hal untuk pengamanan aset milik negara, dalam hal ini sebagai pemilik Pemprov Sumut yang sebelumnya telah diberikan hak kuasa kepemilikan penggunaannya kepada SMA Negeri 2 Balige dan Yayasan Tunas Bangsa (dulu, Yayasan SMA Unggul Soposurung).






