Kisah Haru Pahri, Anak Yatim Piatu yang Jadi Badut demi Biaya Sekolah
Tubuh Pahri (15) terlihat basah oleh keringat ketika singgah di salah satu kafe di Desa Meranti, Kabupaten Asahan, Sabtu (5/4/2025) malam. Mengenakan kostum badut yang lusuh, ia berdiri diam ditemani adik kecilnya, menatap para pengunjung yang datang silih berganti.
Jarum jam menunjukkan pukul 22.30 WIB. Sementara sebagian anak seusianya mungkin sudah tertidur lelap, Pahri dan adiknya masih berjuang mengais rezeki di tengah malam yang dingin. Jari-jarinya tampak keriput dan pucat, pertanda ia sudah seharian penuh berada di jalan.
Pahri adalah anak yatim piatu. Ia merupakan anak sulung dari tiga bersaudara yang kini tinggal bersama sang nenek di Kelurahan Kisaran Naga, Kecamatan Kisaran Timur. Sayangnya, sang nenek sudah terlalu renta untuk bekerja, sehingga Pahri dan adiknya harus turun ke jalan mencari nafkah.
“Saya tiga bersaudara, aku anak paling besar, om. Setiap hari mengamen, uangnya untuk sekolah dan keperluan sehari-hari. Nenek tidak bisa kerja, sudah tua,” ujar Pahri dengan suara lirih.
Baca juga : Wenni Jesika Silitonga: Mahasiswi UI yang Tak Gengsi Jadi Tukang Parkir
Sejak neneknya jatuh sakit, beban hidup keluarga kecil itu semakin berat. Namun, di usianya yang masih belia, Pahri tidak menyerah. Ia rela mengenakan kostum badut dan mengamen dari satu kafe ke kafe lain demi bisa terus melanjutkan pendidikan dan membantu adik-adiknya.
“Rumah saya di Kisaran, tepatnya di Kelurahan Kisaran Naga,” tambahnya.
Saat ini, Pahri tercatat sebagai siswa kelas 3 di Al-Washliyah 2 Kisaran. Setiap receh yang ia kumpulkan dari hasil mengamen menjadi penyambung harapan agar ia tetap bisa bersekolah, dan adik-adiknya tidak kekurangan makan.
Kisah Pahri bukan hanya menyentuh hati, tapi juga menjadi potret kecil dari perjuangan banyak anak di Indonesia yang bertahan hidup dan berjuang mengejar mimpi di tengah keterbatasan.






