Medan Utara Bangkit Dari Wilayah Terpinggirkan Jadi Pusat Perhatian
“prioritas pembangunan” dalam berbagai dokumen perencanaan dan pidato pejabat publik. Setiap tahun, label itu muncul dalam kegiatan pemerintahan kota baik dalam rencana kerja pemerintah daerah, hingga janji kampanye kepala daerah. Namun, di balik istilah yang terdengar menjanjikan itu, warga yang tinggal di sana masih terus bertanya: prioritas bagi siapa dan kapan itu direalisasikan?
Bagi masyarakat yang tinggal di pesisir Belawan atau pinggiran Labuhan, kata “prioritas” belum pernah benar-benar menjelma dalam bentuk jalan yang layak, sekolah yang dekat, air bersih yang mengalir, ataupun rumah sakit yang lengkap fasilitas dengan sarana prasarana penunjang dan dokter spesialis sehingga tidak perlu dirujuk ke rumah sakit lain yang akan meningkatkan biaya transportasi. Sebaliknya, yang mereka rasakan adalah wajah pembangunan yang timpang dimana kemajuan kota tampak gemerlap di pusat, tapi meredup saat mendekati Utara.
Stigma sosial terhadap Medan Utara pun masih kuat melekat. Kawasan ini sering diasosiasikan dengan kriminalitas, kemiskinan, dan konflik sosial, tanpa memahami akar persoalan yang sebenarnya: ketimpangan struktural dan pembiaran yang telah berlangsung terus menerus. Kualitas pendidikan masih tertinggal, pelayanan kesehatan terbatas, dan sanitasi lingkungan seringkali berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Setiap musim pasang, banjir rob pun datang seperti siklus takdir, menggenangi pemukiman warga, merusak aktivitas ekonomi, dan memperparah kondisi kesehatan masyarakat.
Ironisnya, semua itu terjadi di wilayah yang seharusnya menjadi jantung pertumbuhan ekonomi Kota Medan dengan pelabuhan internasional, kawasan industri besar, dan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 600 ribu jiwa. Tapi di tengah potensi itu, mereka masih menunggu hadirnya pembangunan yang benar-benar adil, setara, dan menyentuh kehidupan sehari-hari mereka.
Forum Pra-Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Kota Medan ke-2 yang digelar di Medan Utara pada 15 April 2025, membuka sebuah lembaran sejarah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Untuk pertama kalinya, perencanaan pembangunan kota difokuskan secara tematik dan spasial terhadap wilayah yang selama ini terpinggirkan: Medan Utara. Forum ini bukan sekadar seremoni atau agenda rutin birokrasi. Ia adalah titik balik sebuah milestone yang mempertemukan suara dari berbagai sudut Kota Medan dalam satu meja diskusi, dengan satu tekad: membangun dari wilayah yang paling lama menunggu.
Dalam suasana yang inklusif dan penuh harapan, hadir tokoh-tokoh strategis dari unsur Pemerintah Kota Medan, DPRD, akademisi, pelaku usaha, organisasi masyarakat sipil, hingga tokoh adat dan pemuka agama. Tidak hanya menyampaikan data atau menyusun daftar usulan kegiatan, forum ini menjadi ruang mendengarkan. Dengungan suara warga Medan Utara yang selama ini nyaris tak terdengar dalam perencanaan kota akhirnya mendapat panggung yang sah dan setara.
Baca juga : LSM Penjara Minta Gubsu Batalkan 5 Pejabat Yang Telah Dilantik
Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas dalam pidatonya yang tegas dan penuh refleksi, menyampaikan satu pesan kunci: sudah saatnya Medan Utara tidak lagi diposisikan sebagai halaman belakang, melainkan diangkat sebagai halaman depan Kota Medan. Tak boleh ada lagi wilayah yang tertinggal, tak boleh ada lagi anak-anak yang berjalan puluhan kilometer demi sekolah, tak boleh ada lagi kampung pesisir yang setiap tahun ditenggelamkan rob tanpa solusi jangka Panjang.
Forum ini tentu saja menjadi momen penting ketika ego sektoral mulai diturunkan, dan sinergi lintas lembaga mulai dibangun dengan kesadaran bersama. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga sektor swasta seperti PT Pelindo, aparat keamanan, dan kalangan legislatif mulai menyatukan visi. Untuk pertama kalinya, Musrenbang tidak hanya menjadi agenda “atas ke bawah”, tetapi benar-benar terasa sebagai ruang bottom-up dimana suara rakyat menjadi kompas perencanaan.
Lebih dari itu, Forum Pra-Musrenbang ke-2 ini menjadi panggilan kolektif untuk bangkit bersama. Sebuah pengingat bahwa pembangunan sejati bukan hanya soal beton dan aspal, tapi juga tentang bagaimana kebijakan bisa menjangkau yang terjauh, mengangkat yang terpinggirkan, dan menyatukan yang selama ini tercerai dalam narasi besar kota.
Mengapa Harus Prioritas Nasional?
Selama ini, pendekatan pembangunan kawasan Medan Utara lebih banyak berfokus pada perencanaan spasial menata ruang, membangun infrastruktur, dan menyiapkan lahan industri. Namun tanpa menyentuh persoalan sumber daya manusia, pendekatan ini akan terus timpang dan gagal menyentuh akar permasalahan. Dari tata ruang, kita harus melangkah ke tata daya yakni pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek, bukan objek pembangunan.






