Analisasumut.com
Beranda Analisa NEWS Konflik Thailand–Kamboja Kembali Memanas, Bentrokan Berdarah Picu Kekhawatiran Stabilitas ASEAN

Konflik Thailand–Kamboja Kembali Memanas, Bentrokan Berdarah Picu Kekhawatiran Stabilitas ASEAN

Ketegangan di perbatasan Thailand–Kamboja kembali memuncak. Bentrokan bersenjata yang pecah dalam beberapa hari terakhir menandai fase baru konflik lama yang tak kunjung selesai. Puluhan korban jiwa berjatuhan, ribuan warga mengungsi, dan tekanan diplomatik regional semakin menguat.

Dibaca Juga : Jelang Nataru, Wabup Samosir Tegaskan Stok Bapok Aman dan Harga Tetap Terkendali

Eskalasi ini menjadi pengingat bahwa sengketa perbatasan Asia Tenggara bukan sekadar isu sejarah, melainkan potensi krisis geopolitik yang sewaktu-waktu bisa meledak.

Bentrokan Berskala Besar, Korban Terus Bertambah

Kontak senjata antara militer Thailand dan Kamboja terjadi di beberapa titik sensitif perbatasan. Artileri berat, serangan darat, dan patroli militer intens dilaporkan berlangsung hampir tanpa jeda. Jumlah korban tewas terus bertambah, mencakup prajurit dan warga sipil, sementara fasilitas publik di wilayah perbatasan rusak parah.

Pemerintah kedua negara saling menyalahkan, menuding pihak lawan sebagai pemicu utama eskalasi. Upaya gencatan senjata yang sempat diumumkan pun berulang kali gagal diterapkan secara konsisten di lapangan.

Tuduhan Senjata Terlarang dan Perang Narasi

Salah satu sorotan paling mengkhawatirkan adalah munculnya tuduhan penggunaan zat berbahaya dalam pertempuran. Sejumlah tentara Kamboja mengklaim mengalami gangguan pernapasan akibat paparan zat tertentu, meski klaim tersebut dibantah keras oleh pihak Thailand.

Situasi ini memperlihatkan bahwa konflik tidak hanya berlangsung secara militer, tetapi juga dalam bentuk perang informasi dan narasi politik, yang memperkeruh suasana dan menyulitkan proses de-eskalasi.

Akar Konflik: Sengketa Wilayah yang Tak Pernah Usai

Konflik Thailand–Kamboja berakar dari sengketa perbatasan warisan kolonial, khususnya di sekitar kawasan bersejarah seperti Candi Preah Vihear. Perbedaan interpretasi peta kolonial abad ke-20 memicu klaim tumpang tindih yang hingga kini belum benar-benar diselesaikan.

Lebih dari sekadar garis batas, wilayah tersebut sarat nilai simbolik, sejarah, dan identitas nasional. Inilah yang membuat setiap insiden kecil mudah berubah menjadi konflik bersenjata besar, dipicu sentimen nasionalisme yang kuat di kedua negara.

Dampak Kemanusiaan: Warga Sipil Jadi Korban Terbesar

Seiring meningkatnya intensitas konflik, krisis kemanusiaan tak terhindarkan. Ribuan warga di desa-desa perbatasan terpaksa mengungsi, meninggalkan rumah dan mata pencaharian mereka. Sekolah ditutup, layanan kesehatan terganggu, dan aktivitas ekonomi lumpuh.

Lembaga kemanusiaan regional dan internasional menyuarakan kekhawatiran akan keselamatan warga sipil, terutama anak-anak dan lansia yang terjebak di zona konflik.

ASEAN dalam Ujian Serius

Konflik ini menjadi ujian berat bagi ASEAN, yang selama ini mengusung prinsip stabilitas dan penyelesaian damai. Tekanan terhadap ASEAN meningkat untuk berperan lebih aktif sebagai mediator, mencegah konflik bilateral berkembang menjadi ketegangan regional yang lebih luas.

Jika dibiarkan berlarut-larut, konflik Thailand–Kamboja berpotensi mengganggu keamanan Asia Tenggara, jalur perdagangan, dan kepercayaan investor di kawasan.

Kesimpulannya, eskalasi terbaru konflik Thailand–Kamboja membuktikan bahwa sengketa lama yang tak diselesaikan secara tuntas dapat berubah menjadi tragedi kemanusiaan dan ancaman stabilitas regional. Tanpa dialog serius dan mekanisme penyelesaian yang berkelanjutan, bentrokan serupa berisiko terus berulang.

Dibaca Juga : Sekda Tebing Tinggi Resmi Buka Bimtek Posyandu dalam Rangka Evaluasi Koordinasi 2025

Kini, sorotan tertuju pada keberanian politik kedua negara serta peran ASEAN untuk menghentikan siklus kekerasan sebelum situasi semakin tak terkendali.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan