Kanker Ovarium Jadi Ancaman Serius bagi Perempuan Indonesia, Dokter Ingatkan Pentingnya Terapi Pemeliharaan
Bukan hanya kanker payudara yang mengintai keselamatan perempuan, tetapi kanker ovarium juga menjadi ancaman serius bagi perempuan Indonesia.
Dibaca Juga : Pakar Ungkap Kursi Paling Tidak Nyaman di Pesawat, Jangan Pilih Nomor Ini!
Penyakit ini kerap terdeteksi pada stadium lanjut karena gejalanya yang tidak spesifik dan belum adanya metode skrining efektif.
Menurut data yang diterima dari AstraZeneca, pasien kanker ovarium yang telah menjalani operasi dan kemoterapi memiliki tingkat kekambuhan tinggi, terutama dalam tiga tahun pertama. Karena itu, dibutuhkan rangkaian penanganan dan terapi yang terintegrasi sejak awal hingga tahap lanjutan.
“Mayoritas pasien kanker ovarium baru terdiagnosis pada stadium 3 atau 4 akibat gejala awal yang tidak spesifik dan belum adanya metode skrining yang efektif. Risiko kekambuhan setelah kemoterapi awal pun sangat tinggi,” ujar dr. Muhammad Yusuf, Sp.OG (K) Onk, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Onkologi, dalam acara edukasi ‘Mengenal Kanker Ovarium dan Terapi Inovatifnya’, Kamis (9/10/2025).
Ia menegaskan bahwa peningkatan kesadaran pasien terhadap proses pengobatan lanjutan sangat penting agar penanganan dapat dilakukan secara tepat. Keberhasilan pengobatan jangka panjang bergantung pada beberapa langkah yang saling melengkapi, seperti pembedahan dengan prinsip zero residu (tanpa sisa tumor yang tampak) dan kemoterapi sesuai interval.
Namun, faktor terpenting dalam pengobatan kanker ovarium stadium lanjut adalah Terapi Pemeliharaan (Maintenance Therapy). Terapi ini telah direkomendasikan sebagai standar perawatan oleh pedoman internasional seperti ESMO dan NCCN.
Setelah operasi, pasien disarankan menjalani pemeriksaan HRD (Homologous Recombination Deficiency) dan BRCA (Breast Cancer gene 1 dan 2) untuk menentukan kelayakan menjalani terapi berbasis PARP inhibitor seperti Olaparib.
Sekitar 50 persen pasien kanker ovarium stadium lanjut memiliki status HRD-positif, termasuk yang tidak memiliki mutasi BRCA. HRD merupakan kondisi ketika tubuh tidak mampu memperbaiki kerusakan DNA, dan menjadi penanda biologis penting untuk menentukan terapi lanjutan yang tepat.
Dibaca Juga : Data BPS Tunjukkan Inflasi Cabai Merah Turun, Akademisi: Momentum Jaga Daya Beli Masyarakat
Dengan pemahaman lebih baik terhadap pemeriksaan HRD serta penerapan maintenance therapy, diharapkan semakin banyak pasien kanker ovarium di Indonesia yang dapat memperpanjang masa bebas penyakit sekaligus meningkatkan kualitas hidup mereka.






