Analisasumut.com
Beranda Analisa NEWS Harga Gabah Meningkat, Tapi Petani Sipoldas Masih Belum Merasakan Dampaknya

Harga Gabah Meningkat, Tapi Petani Sipoldas Masih Belum Merasakan Dampaknya

Petani padi sawah di Nagori Sipoldas dan beberapa nagori tetangganya di Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, umumnya belum mengetahui kenaikan harga jual gabah kering. Sehingga, sebagian besar dari mereka lebih memilih menjual hasil panennya dalam kondisi basah kepada agen pengepul dengan harga Rp5.500 per kilogram.

Dibaca Juga : Pemalsuan Sertifikat Tanah Marak di Tangerang, Bareskrim Sita 263 Warkah sebagai Barang Bukti

Seorang petani, Sinaga, mengaku sudah menjual panennya kepada pengepul di Sipoldas tanpa mengetahui adanya kenaikan harga gabah kering. “Belum tahu kalau harganya naik. Kita dari tiga tahun lalu sudah jarang menjual padi kering. Ini dijemur untuk konsumsi sendiri. Ada di sini gilingan padi berjalan,” ujar Sinaga saat ditemui sedang menjemur padi, Selasa (11/2/25).

Menurutnya, faktor cuaca yang tidak menentu dan kesibukan di ladang membuat petani enggan menunggu hasil panen dikeringkan sebelum dijual.”Perkara waktu saja sih. Cuaca kadang tidak menentu, jadi dari pada rugi, makanya langsung dijual begitu selesai dipanen,” ujar pria 44 tahun itu.

Selain harga jual, Sinaga juga menyoroti permasalahan distribusi pupuk subsidi yang kerap tidak menentu. Ia berharap pemerintah tidak hanya menaikkan harga gabah, tetapi juga memastikan ketersediaan pupuk bagi petani. “Pupuk memang ada, tapi jadwal kedatangannya tidak pasti. Kadang pas butuh, malah belum ada,” ungkapnya.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp6.500 per kilogram. Hal ini diperparah oleh kurangnya sosialisasi dari pemerintah atau dinas terkait mengenai fluktuasi harga gabah. Tanpa informasi yang cukup, petani hanya bergantung pada tengkulak yang sering kali membeli dengan harga lebih rendah.

Menanggapi kondisi ini, Ketua Kelompok Tani Sipoldas, Rahmat, mengimbau para petani untuk lebih aktif mencari informasi harga gabah, baik melalui media sosial, kelompok tani, atau dinas pertanian setempat. “Jika kita tahu harga pasaran, kita bisa menegosiasikan harga yang lebih adil. Jangan sampai kerja keras petani tidak dihargai dengan baik,” tegas Rahmat.

Dibaca Juga : DPD RI dan Sumut Sinergi Bahas RUU SJSN untuk Masa Depan Jaminan Sosial yang Lebih Baik

Pemerintah daerah diharapkan segera mengambil langkah untuk memastikan petani mendapatkan informasi yang akurat dan tidak dirugikan oleh rantai distribusi yang tidak transparan. Dengan begitu, petani bisa menikmati hasil panen mereka dengan keuntungan yang lebih layak.Kebijakan ini diatur dalam Keputusan Kepala Bapanas Nomor 14 Tahun 2025, yang juga menghapuskan rafaksi harga gabah untuk melindungi petani.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan