Hampir Ricuh, Warga Desa Ndokum Siroga Tolak Eksekusi Tanah
Proses eksekusi tanah di Desa Ndokum Siroga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo nyaris ricuh. Karena, menurut kuasa hukum pemilik lahan, eksekusi itu melawan hukum dan terkesan sangat dipaksakan.
Menurut Kuasa Hukum Sri Harta Boru Surbakti, Jemis Ag Bangun SH dan Gabriel Ramahta Purba.
Bahwa amar penetapan eksekusi yang isinya sama dengan putusan Mahkamah Agung (MA) dan berkekuatan hukum tetap (inkrah), terhadap tergugat Nurlen Surbakti yang dibacakan pihak juru sita bersama panitera dari Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe, diduga melawan hukum dan sangat dipaksakan.
Jemis AG Bangun menilai, amar putusan yang dibacakan juru sita, seluruhnya tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Mulai dari dugaan salah objek, salah luas dan juga salah menyebutkan batas-batas tanah tersebut.
Baca Juga : Pedagang Los Jahe Jahe Mengeluh Sepi, Siap Gelar Aksi ke Dinas Pasar
Dijelaskannya, awalnya pembacaan amar penetapan eksekusi kasus perdata dari PN Kabanjahe, dengan penggugat Lince Kengiwati, warga Medan dengan tergugat Nurlen Surbakti, warga asli Kabupaten Karo, atas tanah seluas 8.000 meter persegi.
Namun, Jemis AG Bangun SH dengan suara lantang mengatakan, bahwa apa yang dibacakan pihak juru sita seluruhnya tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Karena, tanah yang dibacakan merupakan milik Nurlen Surbakti, namun kenyataannya tanah tersebut milik Sri Harta br Surbakti yang sudah besertifikat Hak Milik.
Tahun 2016 telah dibeli almarhum suaminya dari Nurlen Surbakti, selaku ayah mertua.
Saat eksekusi tersebut, Jemis AG Bangun sempat bersitegang dengan Panitera PN Kabanjahe Aristo Prima, di saat pihak juru sita diperintahkan untuk melakukan eksekusi paksa setelah pembacaan amar penetapan eksekusi.
Pihak PN Kabanjahe yang juga sudah menurunkan puluhan personel Kepolsian dari Polres Karo dan Polsek Simpang Empat Karo untuk pengamanan.
Tetapi sepertinya mengabaikan apa yang disampaikan kuasa hukum dari Sri Harta br Surbakti dan tetap memaksa untuk mengeksekusi lahan itu.
Bahkan, pihak PN Kabanjahe menurunkan masyarakat sipil yang diperbantukan, namun Panitera PN Kabanjahe Aristo tidak dapat menunjukkan nama-nama masyarakat sipil, selaku eksekutor tanah.
“Ya masyarakat sipil yang turun ini diperbantukan untuk merubuhkan gubuk yang ada di atas tanah yang sudah berkekuatan hukum tetap, dan dilakukan eksekusi secara paksa. Perkara nama-nama masyarakatnya ada di pihak PN Kabanjahe,” ujar Aristo, namun dia tidak dapat menunjukkannya kepada pihak media.
Adapun, masyarakat sipil yang diturunkan PN Kabanjahe untuk melakukan eksekusi, terlihat jelas dengan arogannya merubuhkan gubuk, merusak sayur wortel yang belum layak dipanen.
Akhirnya masyarakat sipil yang arogan itupun diamankan pihak Kepolisian agar tidak terjadi kericuhan.
“Saya selaku pemilik tanah kebun seluas 5.329 meter persegi ini dan sudah bersertifikat dari Kantor ATR/BPN Kabanjahe, diduga tanah saya ini sudah dirampok pihak PN Kabanjahe, pasalnya lahan saya yang dieksekusi tidak sesuai dengan amar penetapan eksekusi yang dibacakan mereka seluas 8.000 meter persegi,” kata Sri Harta dengan nada kesal.
Jemis AG pun tak tinggal diam, dia mengaku akan melaporkan hakim PN Kabanjahe akan masalah ini.
“Padahal sudah jelas-jelas bahwa tanah yang mereka eksekusi ini bukan milik Nurel Surbakti melainkan milik klien kami Sri Harta boru Surbakti dengan luas 5.329 meter persegi, bukan 8.000 meter persegi seperti yang juru sita bacakan. Belum lagi masalah batasan tanah yang sangat jauh berbeda seperti tercatat di SHM milik Sri Harta boru Surbakti, benar-benar berbeda,” kata Jemis.






