Analisasumut.com
Beranda Analisa NEWS Festival Tenda Budayantara 2025 Kolaborasi Budaya Simalungun dan Keindahan Alam Danau Toba

Festival Tenda Budayantara 2025 Kolaborasi Budaya Simalungun dan Keindahan Alam Danau Toba

Desa Salbe, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, akan menjadi tuan rumah Festival Tenda Budayantara pada tanggal 6 hingga 8 Juni 2025.

Dibaca Juga : Polisi Tangkap Pria Lansia di Pesanggrahan, Diduga Lecehan 3 Anak Korban

Festival yang mengusung tema “Harmoni Alam dan Budaya” ini menggabungkan unsur seni, budaya, musik, serta ekowisata dalam suasana perkemahan alami yang menyatu dengan lingkungan.

Menurut Unek Hutapea, salah satu panitia pelaksana, festival itu memiliki dua tujuan utama, untuk mengembangkan ekowisata sekaligus melestarikan budaya lokal yang mulai terlupakan.

“Pertama, pengembangan ekowisata dan pelestarian budaya. Kedua, mengangkat budaya kita yang mulai tertinggal. Ini juga jadi ruang edukasi dan interaksi lintas generasi,” tuturnya, Jumat (30/5/2025).

Tarian Toping-Toping: Hiburan Tradisional Bernuansa Historis

Salah satu sajian utama yang akan ditampilkan adalah tari musikal Toping-Toping (Huda-Huda), yang dulunya merupakan bentuk hiburan tradisional untuk raja-raja Simalungun saat berduka karena kehilangan anak.

“Tarian ini dulu biasa ditampilkan dalam acara duka. Tapi sekarang sudah sangat jarang dimainkan. Karena itu, kami rancang ulang dalam bentuk tari musikal, tetap menjaga nilai adatnya,” kata Unek.

Panitia telah berkoordinasi dan meminta izin serta mendapat restu dari para tetua adat dan organisasi budaya Simalungun.

“Mereka mendukung selama tidak mengandung unsur pelecehan atau rasisme,” ujarnya.

Beragam Kegiatan: Dari Pameran Lukisan Hingga Penanaman Pohon

Festival juga akan diramaikan dengan pameran lukisan, seminar, diskusi budaya dan lingkungan, serta aksi penanaman sekitar 500 pohon di sekitar lokasi acara sebagai bentuk kepedulian terhadap ekosistem lokal.

Uniknya, seluruh rangkaian acara Festival Tenda Budayantara tidak melibatkan sponsor komersial maupun dana pemerintah.

Seluruh kebutuhan acara ditopang dari hasil penjualan merchandise seperti kaos dan registrasi peserta.

“Kami bergerak murni dari hati. Ini bentuk semangat kolektif dari teman-teman komunitas yang dulu aktif di kampus, lalu kembali ke kampung halaman untuk mengimplementasikan ilmu dan semangat yang kami punya,” tutur Unek mengakhiri.

Dibaca Juga : Libur Panjang Kenaikan Isa Almasih & Cuti Bersama, Parapat-Samosir Justru Sepi Wisatawan

Festival ini diharapkan menjadi ruang kolaboratif lintas komunitas, ajang pelestarian budaya Simalungun, serta momentum kebangkitan budaya lokal di tengah derasnya arus globalisasi.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan