Etika Dakwah dalam Al-Qur’an dan Hadits: Pedoman Bijak Berdakwah
Etika dakwah dalam perspektif Al-Qur’an dan Hadits, mulai dari prinsip-prinsip dasar hingga penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Memahami etika ini diharapkan menjadikan dakwah sarana menyampaikan kebenaran sekaligus mendekatkan hati dan menciptakan harmoni. Setiap Muslim yang ingin berdakwah harus memahami aturan dan mekanismenya secara menyeluruh
Sebelum mempraktikkannya lebih jauh, penting bagi seorang pendakwah untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang etika dan estetika dalam berdakwah.
Tanpa pemahaman yang tepat, dakwah bisa terasa memaksa, padahal harus mencakup ajakan beribadah dan mempertimbangkan etika, pola hidup jamaah, usia, pendidikan, dan konteks lainnya.
Pendakwah harus menjaga kesinambungan antara apa yang disampaikan kepada jamaah dan apa yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang pendakwah hendaknya tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan. Apa yang ia sampaikan kepada orang yang diajak untuk dilaksanakan, juga harus sesuai dengan tindakan yang ia lakukan.
Jika seorang pendakwah hanya mengucapkan kata-kata indah namun tidak melaksanakan ajaran yang ia sampaikan, maka ia ibarat pemanah tanpa busur, berbicara tanpa daya untuk menepati ucapannya.
Hal ini dapat merusak kepercayaan dan menurunkan kredibilitas seorang da’i.
Etika Dakwah Dalam Hadist
Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, Surat Ash-Shaff (61:2-3):
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan? Amat besar murka di sisi Allah, bahwa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan.”
Ayat ini mengingatkan kita bahwa Allah sangat murka kepada orang-orang yang hanya berbicara tanpa melaksanakan apa yang mereka katakan. Oleh karena itu, seorang pendakwah haruslah menjadi teladan bagi orang yang ia ajak, baik dalam ucapan maupun perbuatan.
Pendakwah harus memastikan keduanya sejalan agar dakwah yang disampaikan memberikan dampak positif yang nyata, tidak hanya pada lisan, tetapi juga dalam perilaku dan kehidupan sehari-hari
Pendakwah harus menjaga integritas antara ucapan dan tindakan, karena ini mencerminkan keseriusan dan keikhlasan dakwah yang disampaikan.
Menurut Ilyas Supena (2013), dakwah berasal dari kata “yad’u” yang berarti memanggil, mengajak, dan menyeru, sementara Ibnu Taimiyyah mengartikan dakwah sebagai usaha mengajak masyarakat beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta menaati perintah-Nya.
Abdul Munir Mulkhan mendefinisikan dakwah sebagai usaha memperbaiki situasi, sementara Ali Mahfudz melihatnya sebagai upaya memotivasi umat untuk berbuat baik dan mencegah keburukan demi kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang pendakwah yang efektif dan dihormati harus berpegang pada prinsip akhlak mulia. Akhlak yang baik adalah cermin dari ajaran yang disampaikan.
Pendakwah harus mampu menunjukkan sikap sabar, kelembutan hati, serta pendekatan bijaksana dalam setiap interaksi dengan orang lain. Dakwah yang disampaikan dengan kelembutan dan kebijaksanaan akan lebih mudah diterima dan memberikan dampak positif pada hati pendengarnya.
Hal ini mencerminkan rahmat dan kasih sayang yang sejati, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW, yang bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Selain itu, niat yang tulus dan ikhlas sangat penting dalam setiap amal perbuatan, termasuk dalam berdakwah. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini mengingatkan kita bahwa segala amal, termasuk dalam berdakwah, akan dinilai berdasarkan niat yang ada di dalam hati. Jika niatnya untuk mencari keridhaan Allah, maka segala usaha dalam dakwah akan menjadi ibadah yang penuh berkah.
Seorang pendakwah yang baik harus memiliki akhlak yang mulia sebagai landasan, serta niat yang ikhlas hanya karena Allah dalam setiap langkah dakwah.
Pendekatan bijaksana, sabar, dan penuh kelembutan akan semakin memperkuat dakwah dan membuat pesan yang disampaikan lebih mudah diterima oleh masyarakat.
Ilmu juga merupakan dasar yang membimbing pendakwah dalam menyampaikan kebenaran. Ilmu yang benar memungkinkan seorang da’i untuk membedakan antara yang haq dan yang batil, serta mengarahkan dakwah dengan hikmah dan kesabaran.
Namun, ilmu tanpa amal hanya akan menjadi beban, sementara amal tanpa ilmu bisa menyesatkan.
Etika Dakwah Dalam Kehidupan
Oleh karena itu, pendakwah yang mulia tidak hanya diukur dari seberapa banyak ilmu yang ia miliki, tetapi seberapa banyak ia mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Rasulullah SAW adalah teladan sempurna dalam hal ini. Beliau tidak hanya menyampaikan wahyu Allah, tetapi juga mengamalkan ajaran dengan kesungguhan, sehingga dakwahnya
Sebagai ulama dan pendakwah, Gus Miftah harus berhati-hati dalam perkataan dan tindakannya, menjadi teladan dalam adab dan akhlak, baik dalam menyampaikan ilmu agama maupun berinteraksi dengan masyarakat
Sebagaimana Rasulullah SAW yang selalu menunjukkan teladan penuh kelembutan dan sabar kepada setiap orang, tanpa memandang status sosial mereka.
Pendakwah harus menjaga tutur kata dan sikap, terutama di hadapan publik, agar dakwahnya berdampak positif dan menyejukkan hati.
Mari jadikan peristiwa ini pelajaran untuk menjaga tutur kata dan sikap, terutama di hadapan publik, agar dakwah kita berdampak positif dan menyejukkan hati.