DPRD Sumut Tanggapi Usulan Pengelolaan Program MBG oleh Sekolah
Ketua Komisi E DPRD Sumatera Utara (Sumut), Subandi, menanggapi usulan agar penyediaan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) diserahkan kepada kantin sekolah.
Ia menilai, pengelolaan seperti itu berisiko jika tidak dibarengi dengan sistem pengawasan yang ketat.
“Kalau diserahkan ke kantin sekolah, yang mengawasi siapa? Satu petugas bisa memantau 3.000 penerima manfaat. Kalau dibagi ke kantin kecil, berapa banyak SDM (sumber daya manusia) yang dibutuhkan, anggarannya nanti bisa meledak,” ujarnya kepada wartawan, Senin (20/10/2025).
Subandi juga menolak usulan agar dana MBG disalurkan langsung kepada orang tua siswa. Ia menilai hal itu justru bisa mengurangi efektivitas program.
“Saya sudah cek langsung ke beberapa daerah. Ibu-ibu sendiri bilang tidak yakin bisa menyiapkan makanan sehat dengan uang Rp15.000 per hari. Belum lagi harus belanja ke pasar, atau tergoda kebutuhan mendadak,” katanya.
Politikus Gerindra itu menyebut MBG sebagai salah satu program strategis nasional dalam pemenuhan gizi masyarakat, terutama bagi pelajar. Anggaran nasional untuk program tersebut diperkirakan mencapai Rp100 triliun per tahun.
“Ini program besar yang menyangkut masa depan anak-anak kita. Harus dikawal dengan serius. Kami di DPRD akan terus mengawasi implementasinya di lapangan,” tegasnya.
Menanggapi kasus dugaan keracunan MBG yang terjadi di Kabupaten Toba, Subandi menyebut jumlah kasus itu masih sangat kecil dibandingkan skala program.
“Dari 80 orang yang dilaporkan mengalami gejala, hanya lima yang dirawat di rumah sakit, dan dua di antaranya tidak berat. Jadi isu keracunan ini jangan dibesar-besarkan,” ujarnya.
Baca juga : Harga Rp10 Ribu di Program MBG Dinilai Tak Masuk Akal oleh Pedagang Lubuk Pakam
Ia mendorong Dinas Kesehatan untuk segera melakukan verifikasi dapur, kualitas air, dan sanitasi guna memastikan keamanan pangan bagi para penerima manfaat.
Subandi mengungkapkan, dari total 1.700 dapur MBG yang direncanakan di Sumut, sebanyak 285 dapur sudah aktif melayani masyarakat. Targetnya, hingga akhir Desember 2025, jumlah tersebut meningkat menjadi 500 dapur.
“Banyak dapur yang siap operasional. Kami optimistis bisa mencapai target, bahkan lebih. Pemerintah pusat juga sudah menempatkan tiga petugas tetap di setiap dapur pengawas gizi, administrasi, dan kepala masak yang dibiayai langsung oleh negara,” jelasnya.
Ia menambahkan, tingkat keberhasilan pelaksanaan MBG di Sumut mencapai 99,99 persen dari total enam juta penerima manfaat, dengan insiden kesehatan yang sangat minim.
“Artinya, apa yang sudah dilaksanakan pemerintah berjalan bagus. Bayangkan, hanya 0,0 sekian persen yang mengalami gejala keracunan. Ini keberhasilan besar,” katanya.
Sebagai pembanding, Subandi mencontohkan pelaksanaan program serupa di India yang pada awal penerapannya mencatat tingkat kegagalan hingga 20 persen, dan masih 7 persen setelah lima tahun berjalan.
“Kita baru mulai, tapi tingkat kesalahannya jauh lebih kecil. Memberi makan orang banyak itu tidak gampang. Satu dapur harus menyiapkan 3.000 porsi per hari, mulai dari bahan baku, pengolahan, hingga distribusi. Semua harus steril dan terjaga kualitasnya,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti menyebut pemerintah membuka peluang agar sekolah dapat mengelola program MBG secara mandiri, terutama bagi sekolah yang sudah memiliki fasilitas dapur memadai dan tenaga pengelola makanan bergizi.






