AS Jatuhkan Sanksi ke Dua Hakim Mahkamah Internasional, Kekhawatiran Dunia Menguat
Langkah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap dua hakim Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), pada Kamis (18/12/2025), memicu gelombang keprihatinan global. Kebijakan kontroversial ini bukan hanya mengguncang dunia hukum internasional, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran serius tentang masa depan independensi peradilan internasional.
Dibaca Juga : Pemerintah Tancap Gas, Presiden Prabowo Percepat Penanganan Bencana di Sumatra
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hingga sejumlah negara dan lembaga hak asasi manusia menyuarakan kecaman, menilai sanksi tersebut sebagai preseden berbahaya dalam tatanan hukum global.
Dua Hakim ICC Jadi Target Sanksi AS
Pemerintah AS secara resmi menjatuhkan sanksi kepada dua hakim ICC yang terlibat dalam penanganan perkara sensitif terkait konflik internasional. Sanksi tersebut mencakup pembatasan perjalanan dan potensi pembekuan aset di bawah yurisdiksi AS.
Washington beralasan bahwa langkah ini diambil karena ICC dianggap melampaui kewenangan dan bertindak bias dalam menyelidiki kasus yang menyentuh kepentingan sekutu AS. Namun, keputusan ini langsung memantik kritik luas karena menyasar hakim yang sedang menjalankan mandat hukum internasional.
ICC: Ancaman Terhadap Independensi Peradilan
Mahkamah Pidana Internasional merespons keras kebijakan tersebut. ICC menegaskan bahwa sanksi terhadap hakim merupakan bentuk tekanan politik langsung yang dapat melemahkan sistem peradilan internasional.
Menurut ICC, hakim harus bebas dari intimidasi dan intervensi negara mana pun. Jika preseden ini dibiarkan, maka prinsip supremasi hukum global berisiko tergeser oleh kepentingan geopolitik negara kuat.
Sekjen PBB Angkat Suara: Keprihatinan Mendalam
Sekretaris Jenderal PBB menyatakan keprihatinan serius atas langkah AS tersebut. Meski ICC merupakan lembaga independen dan bukan bagian langsung dari PBB, keberadaannya dipandang sebagai pilar penting dalam sistem keadilan internasional.
PBB menekankan bahwa perlindungan terhadap independensi hakim dan jaksa internasional adalah fondasi utama dalam menjaga kepercayaan global terhadap hukum internasional dan penegakan hak asasi manusia.
Reaksi Komunitas Internasional: Solidaritas untuk ICC
Gelombang reaksi juga datang dari berbagai negara dan komunitas internasional. Sejumlah negara Eropa secara terbuka mengecam sanksi AS dan menyatakan dukungan terhadap ICC.
Lembaga HAM internasional memperingatkan bahwa kriminalisasi atau tekanan terhadap pejabat pengadilan internasional dapat menciptakan efek gentar (chilling effect), di mana hakim ragu menjalankan tugasnya secara independen karena ancaman politik.
Akar Masalah: Ketegangan Lama AS dan ICC
Hubungan AS dan ICC memang telah lama berada dalam ketegangan. AS menolak yurisdiksi ICC atas warga negaranya maupun sekutu dekatnya, dan kerap mengkritik pengadilan tersebut sebagai lembaga yang sarat kepentingan politik.
Sanksi terhadap dua hakim ini dipandang sebagai eskalasi terbaru dari konflik tersebut — sekaligus menandai salah satu momen paling kontroversial dalam sejarah hubungan AS dengan lembaga peradilan internasional.
Dampak Jangka Panjang bagi Hukum Internasional
Langkah AS ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah hukum internasional benar-benar dapat berdiri independen di tengah tekanan kekuatan geopolitik?
Banyak pengamat menilai, jika negara adidaya dapat dengan mudah menjatuhkan sanksi kepada hakim internasional, maka legitimasi lembaga hukum global akan terkikis. Di sisi lain, respons keras komunitas internasional menunjukkan adanya tekad kolektif untuk mempertahankan prinsip keadilan lintas negara.
Kesimpulannya, sanksi AS terhadap dua hakim Mahkamah Internasional bukan sekadar isu diplomatik, melainkan ujian serius bagi independensi hukum global. Reaksi keras dari ICC, keprihatinan Sekjen PBB, dan solidaritas negara-negara lain menegaskan bahwa dunia internasional tidak memandang langkah ini sebagai persoalan biasa.
Dibaca Juga : Upaya Mediasi Disdik Deli Serdang Buntu, Sengketa Mantan Plt Kepsek dan Yayasan Berlanjut
Ke depan, polemik ini berpotensi menjadi titik balik penting dalam perdebatan tentang batas kekuasaan negara dan kedaulatan hukum internasional.






