Anggap Tuntutan 13 Tahun Janggal, Terdakwa Kasus Kematian Anak Tiri Ancam Laporkan Jaksa
Zul Iqbal, terdakwa kasus penganiayaan anak tiri berinisial AYP hingga meninggal dunia di Kota Medan, menegaskan bahwa pihaknya akan melaporkan jaksa penuntut umum (JPU), Muhammad Rizqi Darmawan, ke Komisi Kejaksaan (Komjak) RI.
Pelaporan ini dilakukan buntut dari tuntutan 13 tahun penjara yang dibacakan JPU pada Kejaksaan Negeri Medan di hadapan majelis hakim dalam sidang di Ruang Sidang Cakra 7 Pengadilan Negeri (PN) Medan.
“Kami akan melaporkan jaksa tersebut, karena semua di luar fakta persidangan menuntut saya dengan 13 tahun penjara. Itu jauh luar biasa. Kriminalisasinya kita tak tahu intimidasi seperti apa, jaksanya saya pastikan tidak berkompeten,” ucapnya saat diwawancarai di PN Medan setelah sidang tuntutan, Jumat (12/12/2025) sore.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan fakta persidangan, AYP meninggal di pangkuan ibu kandungnya, Anlyra Zafira Lubis.
Anlyra, kata dia, kerap mengancam akan bunuh diri saat dihadapkan masalah ekonomi sebagaimana keterangan pelapor saat diperiksa sebagai saksi.
Baca Juga : Jaksa Tuntut 13 Tahun Penjara Terdakwa Penganiayaan Anak Tiri di Medan
“Sudah jelas itu tadi jaksanya tidak cermat dan saya bilang lari dari fakta persidangan. Fakta persidangan sudah jelas mengatakan anak itu pertama kali meninggal di Rumah Sakit Royal Prima Medan dan dokter rumah sakit mengatakan tidak memperhatikan ada tanda kekerasan waktu itu,” kata Zul.
Menurutnya, hasil autopsi yang dijelaskan ahli forensik di persidangan juga menyebutkan korban meninggal dunia di tempat.
Saat kejadian, ia menyebut tidak berada di lokasi, sehingga menduga kuat pelaku kematian AYP justru Anlyra.
“Saya pastikan jaksa salah dengan tuntutannya. Dugaannya sudah jelas, anak itu meninggal di tempat. Ketika saya sampai dari luar, korban sudah tidak sadar dan mengeluarkan darah di bibir serta hidung,” ucapnya.
Zul juga menyinggung keberangkatan Anlyra ke Malaysia dengan alasan bekerja, padahal kasus sedang berjalan dan keterangannya sangat dibutuhkan. Ketika dipanggil menjadi saksi, Anlyra tidak hadir.
“Ibu korban saat ini di Malaysia. Dalam BAP sudah jelas terlapor bukan saya saja, tapi juga ibu korban, Anlyra Zafira Lubis. Sampai detik ini Anlyra tidak pernah dihadirkan oleh JPU,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan sikap JPU yang membacakan keterangan BAP Anlyra di persidangan.
Menurutnya, keterangan tersebut tidak sah dan seharusnya ditolak oleh hakim.
“Kesaksian Anlyra hanya dibacakan. Setahu saya, kesaksian seperti itu tidak pernah menjadi alat bukti. Kami pun tidak pernah menerima pernyataan itu untuk dibacakan,” ujarnya.
Zul menuding JPU berupaya mengaburkan keterlibatan Anlyra dan meminta jaksa bersikap profesional.
“Kita tahu ini jaksa berusaha mengaburkan, selama ini kita banyak diam tentang jaksa. Inilah ketidakprofesionalan jaksa. Mudah-mudahan undang-undang (UU) yang baru ini bisa menjerat jaksa ini. Kita pasti laporkan jaksa ini,” katanya.
Di sisi lain, penasihat hukum Zul, Hari Irwanda, menegaskan bahwa pelapor tidak pernah menyaksikan langsung penganiayaan tersebut.
“Berdasarkan fakta persidangan, tidak ada yang melihat langsung, mendengar langsung, atau mengalami langsung bahwa klien kami melakukan penganiayaan hingga meninggal. Pelapor saja hanya mendengar dari kepolisian. Itu tidak bisa jadi alat bukti,” ucap Hari.
Ia juga menyoroti bahwa seluruh saksi dalam berkas perkara dimasukkan ke dalam tuntutan, padahal tidak semuanya dihadirkan di persidangan.
“Kami akan melaporkan ini ke Komjak. Tidak sesuai. Di fakta persidangan tak ada yang melihat langsung. Kami duga jaksanya sudah bermain,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Zul dituntut 13 tahun penjara dan denda Rp60 juta subsider empat bulan kurungan.
Jaksa menilai perbuatannya memenuhi dakwaan tunggal, yakni Pasal 81 ayat (2) Jo. Pasal 76 D UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Zul dijadwalkan membacakan nota pembelaan (pleidoi) pada Selasa (16/12/2025) mendatang setelah diberi kesempatan oleh majelis hakim yang diketuai Philip Mark Soentpiet selepas sidang tuntutan.






