Analisasumut.com
Beranda Analisa NEWS Kerugian Capai Rp68,7 Triliun, Banjir dan Longsor di Sumatera Guncang Perekonomian Regional

Kerugian Capai Rp68,7 Triliun, Banjir dan Longsor di Sumatera Guncang Perekonomian Regional

Banjir dan longsor besar yang menerjang Sumatera pada akhir November 2025 tak hanya menyisakan duka kemanusiaan. Deretan kerusakan fisik, terhentinya aktivitas usaha, dan hancurnya infrastruktur membuat perekonomian kawasan ini terpukul hebat.

Dibaca Juga : Antrean BBM di SPBU Murni Teguh Siantar Menjalar 3 Km, Lalu Lintas Benar-Benar Lumpuh

Laporan Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan kerugian ekonomi nasional mencapai Rp68,67 triliun, setara penurunan PDB sekitar 0,29 persen. Demikian dikutip dari VOI, Selasa (2/12/2025).

Bencana ini mengungkap betapa rentannya struktur ekonomi Sumatera terhadap kerusakan lingkungan dan gangguan distribusi barang.

Kerusakan Infrastruktur dan Permukiman: Biaya Pemulihan Membengkak

Ribuan rumah warga rusak, ratusan di antaranya hanyut terseret banjir bandang. Sementara jalan nasional, jembatan antar-kabupaten, dan akses pedesaan lumpuh akibat terkena longsor atau terendam lumpur.

Transportasi darat yang selama ini menjadi urat nadi ekonomi Sumatera terputus di banyak titik. Kondisi ini memicu lonjakan biaya logistik dan membuat harga kebutuhan pokok naik di sejumlah wilayah.

Pemerintah daerah mengakui bahwa biaya pemulihan infrastruktur dasar akan memakan waktu panjang dan anggaran yang tidak kecil. Pemulihan akses saja sudah menuntut prioritas tinggi sebelum sektor ekonomi dapat berjalan normal kembali.

Distribusi Barang Terhambat: Industri dan Perdagangan Ikut Guncang

Sumatera Utara, sebagai simpul industri dan perdagangan, mengalami tekanan signifikan. Banyak perusahaan mengurangi produksi karena pasokan bahan baku terlambat, sementara pengiriman produk ke luar daerah tertahan akibat jalur terputus.

Rantai pasok nasional—mulai dari bahan pangan, komoditas perkebunan, hingga kebutuhan industri—terpengaruh. Kemacetan distribusi membuat sejumlah barang langka di pasar, menimbulkan kenaikan harga yang menambah beban rumah tangga.

Bagi pelaku UMKM, terutama pedagang kecil dan pekerja sektor informal, terhentinya aktivitas ekonomi selama berhari-hari membuat mereka kehilangan pemasukan harian yang menjadi sumber nafkah utama.

Sektor Pertanian Terpuruk: Sawah Tergenang, Panen Gagal

Dampak paling nyata dirasakan sektor agraris. Ribuan hektare lahan pertanian tergenang dan terbawa longsor. Petani di Sumut dan Sumbar melaporkan hilangnya tanaman padi, jagung, hingga hortikultura yang seharusnya memasuki masa panen.

Akibatnya, pendapatan petani langsung anjlok. Kerusakan lahan juga membuat banyak petani membutuhkan waktu lebih lama untuk memulai kembali musim tanam berikutnya, sehingga siklus produksi terganggu.

Dampak turunan ini meningkatkan risiko kemiskinan baru di wilayah pedesaan—kelompok yang paling rentan terhadap guncangan ekonomi.

Efek Berantai: Konsumsi Turun, Risiko Pengangguran Naik

Kerugian ekonomi akibat bencana tidak hanya terjadi pada aset fisik. Efek berantai berupa melemahnya daya beli masyarakat mulai terasa. Banyak keluarga kehilangan sumber pendapatan, sementara kebutuhan di pengungsian meningkat.

Penurunan konsumsi ini menekan sektor perdagangan dan jasa yang bergantung pada perputaran uang harian. Di beberapa wilayah, usaha kecil gulung tikar karena tidak mampu bertahan selama akses terputus.

Situasi ini juga memunculkan ancaman pengangguran baru, terutama bagi pekerja harian dan buruh sektor pertanian.

Tekanan pada APBD dan Pemulihan Panjang

Pemerintah daerah menghadapi tekanan anggaran besar. Dana siap pakai untuk bencana tidak mencukupi untuk menutupi seluruh kerusakan, sementara APBD 2025 yang sudah disusun tak didesain untuk menanggulangi bencana sebesar ini.

Anggaran pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan dasar kemungkinan besar akan direalokasi untuk pemulihan pasca-bencana. Jika pemulihan berjalan lambat, laju ekonomi Sumatera akan tertahan dalam jangka panjang.

Pelajaran Penting: Krisis Ekonomi yang Berakar pada Krisis Lingkungan

Banjir dan longsor ini mengungkap relasi erat antara bencana alam dan kestabilan ekonomi. Deforestasi di wilayah hulu, pengelolaan DAS yang buruk, serta tata ruang tanpa mitigasi bencana memperbesar kerentanan ekonomi masyarakat.

Ke depan, para ahli menekankan urgensi rehabilitasi kawasan hutan dan DAS, penegakan hukum terhadap pembalakan liar, pembangunan infrastruktur tangguh bencana, diversifikasi ekonomi lokal, dan penguatan jaring pengaman sosial.

Dibaca Juga : Bahlil Tegaskan Pasokan BBM & LPG di Sumut Aman, Akses Jalan Jadi Satu-Satunya Kendala

Tanpa langkah terintegrasi, Sumatera akan terus berada dalam siklus bencana—dengan konsekuensi ekonomi yang lebih berat setiap tahunnya.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan