Analisasumut.com
Beranda Analisa NEWS Vonis Penyuap Topan Ginting Belum Diterima KPK, Proses Hukum Masih Berjalan

Vonis Penyuap Topan Ginting Belum Diterima KPK, Proses Hukum Masih Berjalan

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Eko Wahyu Prayitno, menyatakan pihaknya belum menerima vonis hakim terhadap Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun dan Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan, yaitu pihak yang terbukti sebagai penyuap mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting.

JPU KPK, Eko Wahyu Prayitno, mengatakan pihaknya akan mempelajari dan mendiskusikan putusan majelis hakim sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya.

“Terhadap putusan ini, kami akan berdiskusi dulu apakah menerima atau menempuh upaya hukum banding,” ujar Eko kepada awak media seusai sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (1/12/2025) sore.

Ia menilai, vonis yang dijatuhkan hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa. Kirun dan Rayhan divonis berbeda dalam kasus suap proyek jalan di Sumut.

Kirun, selaku Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG), divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan. Rayhan, selaku Direktur PT Rona Na Mora (RNM), diganjar 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Baca juga : Jaksa Dakwa Topan Ginting Cs Terima Suap Proyek Jalan, Ancaman Hukuman Maksimal 20 Tahun

“Kami menuntut tiga tahun untuk Kirun dan dua tahun enam bulan untuk Rayhan. Putusan ini akan kami pelajari, lalu kami menentukan sikap dalam tujuh hari masa pikir-pikir,” kata Eko.

Jaksa sebelumnya juga menuntut keduanya dengan denda sama, namun subsider 6 bulan kurungan.

Majelis hakim menyatakan keduanya terbukti memberikan suap untuk proyek jalan di Kabupaten Padang Lawas (Palas) dan Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) Tahun Anggaran 2025, kepada Topan Ginting dan sejumlah pejabat lainnya sebesar Rp4 miliar.

Proyek yang disuap meliputi Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu dengan pagu Rp96 miliar, serta Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp69,8 miliar.

Perbuatan keduanya dinilai melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan