Banjir dan Longsor Meluas, Pemprov Sumut Diminta Gelar Audit Forensik Lingkungan
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) didesak segera melakukan audit forensik lingkungan atas darurat bencana longsor–banjir besar yang terjadi di sejumlah kabupaten/kota.
Desakan tersebut dilayangkan Forum Pemuda dan Mahasiswa Sumut (FPM-SU). Ketua FPM-SU, Ilham Panggabean, menyebut audit forensik lingkungan mencakup izin pembukaan lahan hingga pertambangan.
“Respons darurat tak berarti apabila tidak disertai evaluasi secara menyeluruh. Pemprov Sumut perlu segera melakukan audit forensik lingkungan terhadap izin kehutanan, pertambangan, dan perkebunan di wilayah rawan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (30/11/2025).
Audit tersebut, kata Ilham, bukan hanya untuk mencari siapa dalang di balik kerusakan lingkungan di Sumut, tetapi juga untuk menghentikan tindakan perusakan secara masif.
“Tujuan audit ini bukan sekadar mencari pihak yang bersalah, melainkan juga menghentikan kerusakan struktural yang selama ini dibiarkan berlangsung. Apabila ditemukan pelanggaran atau pembiaran, penegakan hukum harus berjalan tanpa pengecualian,” tegasnya.
Ia meminta Pemprov Sumut terbuka dan transparan dalam proses audit. Menurut Ilham, transparansi sangat penting agar publik memahami akar persoalan dan langkah korektif yang diambil.
Baca juga : Prabowo Kunjungi Korban Banjir Sumatera Utara, Perintahkan Bantuan Dipercepat
“Pembangunan di Sumut ke depan harus berlandaskan prinsip kehati-hatian ilmiah. Revisi tata ruang berbasis risiko, penguatan sistem peringatan dini, restorasi kawasan hulu, serta pemulihan ekosistem sungai dan mangrove harus menjadi prioritas utama,” katanya.
Ilham menekankan bahwa melalui bencana longsor–banjir, alam telah memberikan peringatan keras dan berulang. Tanpa pembenahan struktural dan konsistensi kebijakan, bencana serupa tidak hanya akan kembali terulang, tetapi bisa hadir dengan skala lebih besar.
“Bencana hidrometeorologis yang melanda Tapanuli Tengah (Tapteng), Sibolga, Tapanuli Selatan (Tapsel), Mandailing Natal (Madina), Langkat, Medan, dan sejumlah daerah lain yang terdampak menegaskan kerentanan ekologis di Sumut telah mencapai tingkat mengkhawatirkan. Hujan ekstrem memang menjadi pemicu langsung, tetapi berbagai temuan menunjukkan daya dukung lingkungan telah jauh melemah,” jelasnya.
Dua dekade terakhir, tekanan ekologis meningkat tajam. Ribuan hektare hutan hilang setiap tahun di kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) Batang Gadis, DAS Asahan, hingga Barumun berdasarkan data pemantauan tutupan hutan.
“Di Madina dan Tapsel, pembukaan lahan di lereng terjal masih berlangsung tanpa mitigasi risiko memadai. Perubahan lahan terjadi di Langkat dan Tapanuli Utara (Taput) hingga menyebabkan sedimentasi cepat dan menurunnya kapasitas tampung sungai. Saat hujan turun, faktor-faktor ini berkombinasi hingga menciptakan kondisi yang menjadikan banjir bandang sebagai konsekuensinya,” tutupnya.






