Pakaian Bekas Impor Senilai Rp4 Miliar Disita, Pemerintah Tegaskan Perang Melawan Penyelundupan
Kasus penyelundupan pakaian bekas impor (balpres) kembali menjadi sorotan setelah Polda Metro Jaya mengungkap jaringan besar dengan nilai barang mencapai Rp4 miliar. Penindakan ini memicu respon keras pemerintah—mulai dari Presiden Prabowo, Menteri Keuangan, hingga Menteri Perdagangan—yang menegaskan bahwa impor pakaian bekas tetap ilegal dan merugikan industri nasional.
Dibaca Juga : Indonesia–Australia Teguhkan Komitmen Global Governance dan Transisi Energi Menjelang KTT G20
1. Polda Metro Jaya Bongkar Penyelundupan Rp4 Miliar
Polda Metro Jaya menyita 439 ballpres pakaian bekas dari Korea Selatan, China, dan Jepang. Operasi dilakukan di Duren Sawit, Jakarta Timur, serta di KM 19 Tol Jakarta–Cikampek yang menjadi jalur distribusi.
Barang-barang tersebut ditampung di gudang transit di Padalarang sebelum diedarkan ke Jakarta. Polisi menyebut jaringan ini menggunakan kendaraan angkut besar seperti Fuso dan Colt Diesel untuk mengelabui pengawasan.
Selain merugikan industri dan UMKM tekstil lokal, polisi menegaskan bahwa pakaian bekas impor berisiko membawa bakteri, jamur, hingga kontaminan berbahaya.
2. Instruksi Presiden Prabowo: Perketat Pengawasan dan Tindak Tegas
Kombes Edy Suranta Sitepu menyatakan bahwa operasi ini adalah implementasi langsung dari instruksi Presiden Prabowo Subianto, yang meminta penindakan keras terhadap penyelundupan barang ilegal, terutama pakaian bekas impor.
Instruksi ini merupakan bagian dari agenda pemerintah untuk melindungi industri lokal dan membersihkan jalur distribusi dari praktik ilegal yang merusak perekonomian nasional.
3. Menkeu Tegas Menolak Melegalkan Thrifting Impor
Meski permintaan pasar thrifting meningkat, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan melegalkan impor balpres.
Alasannya:
– Jika masuknya barang sudah ilegal, pembayaran pajak tidak bisa menjadikannya legal.
– Legalisasi bisa membuka celah pasar gelap.
– Dampak ekonomi terhadap UMKM dan industri tekstil akan sangat besar.
Menkeu menilai legalisasi hanya akan memperluas praktik penyelundupan dan merugikan industri hulu-hilir.
4. Sikap Mendag: Larangan Tegas dan Tak Ada APBN untuk Pemusnahan
Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa impor pakaian bekas tetap dilarang berdasarkan UU Perdagangan dan Permendag No. 40/2022.
Ia menyatakan:
– Pemusnahan pakaian impor ilegal tidak menggunakan APBN karena biaya sepenuhnya dibebankan kepada importir.
– Balpres ilegal merusak daya saing UMKM serta mengganggu pasar pakaian lokal yang sah.
– Kemendag berkomitmen memperkuat pengawasan, khususnya pada jalur-jalur penyelundupan nonresmi.
– Komentarnya menegaskan bahwa pemerintah ingin memutus mata rantai mafia impor pakaian bekas.
5. Analisis: Mengapa Pemerintah Sangat Tegas?
Ada beberapa alasan strategis mengapa pemerintah semakin keras menindak balpres:
a. Melindungi Industri Lokal
Industri tekstil dan UMKM garmen lokal kesulitan bersaing dengan pakaian bekas impor murah.
b. Kesehatan Publik
Pakaian yang berasal dari tempat pembuangan atau donasi tidak melalui standar higienis dan bisa membawa patogen.
c. Kepastian Regulasi
Sikap bulat dari Presiden, Menkeu, dan Mendag memperlihatkan konsistensi kebijakan: impor pakaian bekas tetap ilegal dan tidak akan dilegalkan.
d. Pencegahan Kerugian Negara
Penyelundupan fashion second-hand adalah bisnis bernilai miliaran rupiah yang merugikan negara dari sisi pajak dan perdagangan.
Kesimpulannya, kasus penyelundupan Rp4 miliar ini menambah panjang daftar operasi penertiban pakaian bekas impor. Koordinasi Polda Metro Jaya, arahan Presiden Prabowo, sikap tegas Menkeu, dan kebijakan Mendag menunjukkan satu garis besar: Indonesia tidak akan mentolerir praktik impor balpres.
Dibaca Juga : Anggaran Kominfo Siantar 2026 Turun, Komisi III DPRD Minta Kinerja Tetap Maksimal
Larangan akan terus diperkuat untuk melindungi kesehatan publik, mengamankan industri dalam negeri, sekaligus memutus jaringan penyelundupan yang selama ini memanfaatkan celah keamanan dan lemahnya pengawasan.






