Jalan Rusak Parah di Simalungun 2.000 Km Tak Layak, Pertumbuhan Ekonomi Tersendat
Kondisi infrastruktur jalan di Kabupaten Simalungun semakin memprihatinkan. Dari total 4.900 kilometer jalan, sekitar 2.000 kilometer kini dalam kondisi rusak berat dan tak layak dilalui, termasuk 841 kilometer yang berstatus jalan kabupaten.
Dibaca Juga : Sepeda Motor Siswa SMA di Percut Dibawa Kabur, Diduga Korban Hipnotis
Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Simalungun, Hotbinson Damanik.
“Untuk membangun atau memperbaiki satu kilometer jalan, dibutuhkan dana sekitar Rp3,5 miliar. Jadi, kalau dihitung, diperlukan sekitar Rp2,8 triliun untuk memperbaiki semua jalan rusak di Simalungun,”
Menurut Hotbinson, proses perbaikan jalan desa biasanya didanai dari anggaran desa, sementara jalan kabupaten menjadi tanggung jawab pemkab. Meski begitu, ia memastikan tidak ada kasus wanprestasi dalam proyek jalan sejauh ini, hanya beberapa temuan administrasi oleh BPK.
Pemkab Simalungun Hadapi Tantangan Berat
Perbaikan jalan di Simalungun berjalan lambat, terutama karena keterbatasan anggaran. Bupati Simalungun, Anton Achmad Saragih, menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen memperbaiki infrastruktur meski menghadapi keterbatasan fiskal.
“Kita tetap berupaya, termasuk mengajukan bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) ke pemerintah pusat. Ini penting untuk percepatan perbaikan,” ungkap Bupati Anton.
Ia menjelaskan bahwa transfer dana dari pusat ke daerah mengalami pemangkasan, sehingga Pemkab harus menyusun skala prioritas dalam pelaksanaan pembangunan.
DPRD Sumut Dorong Perhatian Provinsi
Ketua Komisi D DPRD Sumatera Utara, Timbul Jaya Hamonangan Sibarani, menyoroti persoalan jalan rusak di wilayah Simalungun. Ia mendorong Dinas PUPR Sumut untuk segera mengalokasikan anggaran, terutama melalui R-APBD 2026.
“Kami identifikasi wilayah-wilayah prioritas seperti Siantar–Tigaras, Siantar–Perdagangan, Negeri Dolok, hingga Tanah Jawa. Semua akan kami perjuangkan,” ujarnya.
Timbul menyebut, sebelumnya sudah ada alokasi Rp70 miliar untuk pembangunan jalan di Simarjarunjung. Namun akibat kendala internal di Dinas PUPR Sumut, proyek tersebut tertunda.
Ia juga menegaskan bahwa buruknya sistem drainase turut mempercepat kerusakan jalan.
“Penyebab utama kerusakan jalan itu air. Kalau drainasenya tidak baik, air menggenang, jalan cepat rusak,” tegasnya.
Menurutnya, meski tidak semua wilayah membutuhkan anggaran besar, pemerintah tetap harus membuat peta jalan yang jelas dan memprioritaskan lokasi dengan intensitas aktivitas ekonomi tinggi.
Overload dan Tonase Jadi Masalah Tambahan
Timbul juga menyoroti banyaknya kendaraan dengan muatan berlebih (overload) di jalan kabupaten sebagai penyebab rusaknya infrastruktur.
“Kalau jalan provinsi, tonase besar diperbolehkan karena desainnya. Tapi jalan kabupaten punya batas maksimal, dan sering dilanggar,” jelasnya.
Pengawasan terhadap kendaraan overload dinilai masih lemah di tingkat kabupaten. Hal ini memperparah kerusakan jalan dan mempercepat usia pakai yang seharusnya bisa bertahan lebih lama.
Distribusi Hasil Bumi Terhambat
Ketua Prodi Pendidikan Profesi Insinyur UNIMED, Syafiatun Siregar, menilai kerusakan jalan secara langsung menghambat distribusi hasil pertanian dan menurunkan daya saing ekonomi daerah.
“Jalan penghubung yang rusak menghambat akses dari kebun ke pasar. Padahal banyak hasil bumi seperti sayur dan cabai yang harus segera dipasarkan,” katanya.
Menurutnya, sektor pariwisata dan investasi juga terkena dampak signifikan.
“Saya pribadi pernah mengurungkan niat ke Simalungun karena tahu jalan rusak. Orang lain bisa merasakan hal yang sama,” ujarnya.
Dampak dari Pemangkasan Dana TKD
Syafiatun juga menyinggung pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) yang dilakukan pemerintah pusat. Ia menilai hal ini memang menjadi tantangan, namun bukan alasan untuk pasif.
“Pemerintah daerah harus berupaya mencari dana alternatif dan membuat perencanaan jangka panjang yang berkelanjutan,” katanya.
Ia menyarankan strategi pemeliharaan berkala, bukan hanya pembangunan besar. “Jangan tunggu jalan rusak parah baru diperbaiki. Kalau bisa dirawat rutin, kerusakan bisa dicegah,” pungkasnya.
Syafiatun juga mengingatkan pentingnya manajemen drainase dan mendorong masyarakat untuk aktif melaporkan jalan rusak melalui media sosial agar cepat ditindak oleh instansi terkait.
Dengan hampir setengah jalan di Simalungun rusak berat, pemkab, DPRD, hingga pemerintah provinsi dan pusat harus menyinergikan langkah. Infrastruktur jalan bukan sekadar fasilitas transportasi, tapi urat nadi ekonomi, terutama bagi daerah agraris seperti Simalungun.
Dibaca Juga : Mediasi Berujung Ricuh, Kantor Desa di Batu Bara Dirusak Puluhan Orang
Selama penanganan hanya bersifat tambal sulam dan anggaran tak disalurkan dengan prioritas jelas, persoalan jalan rusak akan terus berulang — mengorbankan produktivitas warga, keselamatan pengendara, dan potensi kemajuan daerah.






