Analisasumut.com
Beranda Analisa NEWS Eksekusi Lahan Tanjung Mulia Diprotes Warga, Klaim Telah Tinggal Sejak 1937

Eksekusi Lahan Tanjung Mulia Diprotes Warga, Klaim Telah Tinggal Sejak 1937

Kuasa hukum warga Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Ariansyah Putra dari Kantor Hukum Lubis Ariansyah & Associates, menyatakan bahwa mayoritas warga Lingkungan 16, 17, dan 20 telah menetap di kawasan tersebut sejak tahun 1937, jauh sebelum Indonesia merdeka.

“Warga bukan pendatang ilegal. Mereka telah tinggal dan membangun kehidupan lintas generasi di atas lahan itu sejak 1937,” ujar Ariansyah melalui keterangan tertulis kepada MISTAR, Minggu (20/7/2025).

Menurut Ariansyah, warga memiliki akta jual beli, rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta memiliki surat keterangan tanah.

Namun, muncul klaim sepihak atas kepemilikan lahan yang kemudian memenangkan gugatan di pengadilan, tanpa melibatkan atau memberitahukan warga secara sah.

Baca Juga : Ribuan Warga Blokir Jalan untuk Tolak Eksekusi Lahan, PN Medan Tunda karena Bentrokan

“Putusan tersebut cacat hukum dan melanggar asas audi et alteram partem hak untuk didengar dalam proses hukum,” katanya.

Ia juga menuduh adanya keterlibatan oknum aparat dan mafia tanah dalam proses tersebut. Pihaknya berkomitmen untuk menolak eksekusi melalui jalur hukum dan advokasi publik.

Warga bersama tim kuasa hukum mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk meninjau ulang proses eksekusi atas lahan seluas 17 hektare tersebut, yang mencakup tiga lingkungan padat penduduk.

“Ini bukan sekadar sengketa tanah. Ini adalah wajah nyata dari ketimpangan kota. Ketika hukum dipakai untuk menggusur rakyat demi logika pasar dan kepentingan elite yang tak terlihat,” ucap Ariansyah.

Ariansyah menyoroti bahwa sebagian besar warga tidak pernah menjadi pihak dalam perkara hukum awal yang dimulai sejak 2011.

Meskipun saat ini gugatan perlawanan telah didaftarkan dan sedang dalam proses mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Medan, proses eksekusi tetap dipaksakan.

“Pengosongan dilakukan seolah hukum tak lagi menghargai konsistensi dan asas keadilan,” katanya.

Ia menyebut bahwa pengadilan telah berubah menjadi alat ekspansi kapital, dan menolak apa yang disebutnya sebagai “penggusuran terselubung atas nama hukum.”

Kuasa hukum dan warga Tanjung Mulia menyatakan bahwa mereka tidak melawan pembangunan, melainkan melawan penggusuran yang tidak adil dan cacat prosedural.

Perjuangan mereka disebut sebagai simbol perlawanan masyarakat urban terhadap kekuatan modal yang mengancam ruang hidup warga kota.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan