Nyaris Bentrok, Warga Adat Melayu dan Karyawan PTPN Bersitegang di Lahan Sengketa Langkat
Langkat – Suasana tegang mewarnai kawasan lahan sengketa antara warga adat Melayu dan pihak PTPN di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, pada Kamis (13/6). Ketegangan dipicu oleh aktivitas pengelolaan lahan oleh pihak perusahaan yang dinilai warga sebagai pelanggaran terhadap hak ulayat mereka. Saling dorong dan adu argumen antara kedua pihak pun tak terelakkan, sehingga nyaris memicu bentrok fisik.
Puluhan warga adat Melayu yang mengklaim memiliki hak atas tanah tersebut mendatangi lokasi untuk menghentikan aktivitas karyawan PTPN yang tengah melakukan pembersihan lahan. Mereka menegaskan bahwa kawasan tersebut merupakan tanah warisan leluhur yang telah dikuasai turun-temurun. Sementara pihak perusahaan bersikukuh bahwa lahan tersebut merupakan aset sah yang tercatat sebagai bagian dari konsesi mereka.
Aparat kepolisian yang berada di lokasi langsung turun tangan untuk meredam ketegangan. Meski sempat memanas, situasi berhasil dikendalikan dan kedua pihak diminta menahan diri. Hingga berita ini diturunkan, mediasi antara warga dan pihak perusahaan masih terus diupayakan oleh pemerintah daerah dan tokoh masyarakat setempat.
Ketegangan nyaris berujung bentrok terjadi antara masyarakat adat Melayu Desa Petumbukan dengan karyawan PTPN II di lahan sengketa yang berada di Dusun 4 Selemak, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, Kamis (12/6/2025).
Peristiwa bermula saat ratusan warga adat mendatangi lokasi untuk memasang patok dan mendirikan posko di atas lahan seluas 302 hektare. Warga mengklaim bahwa Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan tersebut telah berakhir.
Ketua adat Melayu Desa Petumbukan, Sabron, menyatakan bahwa aksi mereka merupakan bentuk tindak lanjut dari janji Komisi I DPRD Langkat yang sebelumnya berkomitmen meninjau langsung lahan tersebut.
Baca juga : Pemko Binjai Gelar Forum Lintas Perangkat Daerah
“Namun ternyata seluruh anggota dewan sedang melaksanakan reses sehingga tidak ada yang bisa mendampingi warga,” ujar Sabron.
Ketika warga hendak memasuki area lahan, mereka dihadang oleh puluhan karyawan PTPN II yang melarang aktivitas tersebut. Cekcok tak terhindarkan dan situasi sempat memanas saat warga memaksa masuk.
Pihak PTPN II melalui kuasa hukumnya bersikeras bahwa mereka masih memiliki hak sah atas lahan tersebut. Sementara warga bersikukuh HGU lahan telah berakhir pada 9 Juni 2025 dan kini menjadi tanah adat ulayat masyarakat setempat.
Situasi berhasil diredam setelah Kasat Intel Polres Langkat, AKP Mulyono, tiba di lokasi dan melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak. Massa akhirnya bersedia mundur dan menunggu kedatangan Komisi I DPRD Langkat bersama pihak-pihak terkait untuk melakukan peninjauan bersama.






