Jalan Rusak Menuju Kantor Bupati Batu Bara, Simbol Kekuasaan yang Abai?
Di Kabupaten Batu Bara, jalan menuju pusat pemerintahan daerah justru menjadi potret ironis dari ketidakpedulian para pemegang kekuasaan.
Jalan Juanda, jalur utama yang menghubungkan Kecamatan Lima Puluh Kota dengan Kantor Bupati Batu Bara, kini lebih layak disebut lintasan rintangan daripada akses pemerintahan. Lubang menganga, genangan lumpur, serta permukaan jalan yang bergelombang menjadi pemandangan sehari-hari baik bagi masyarakat umum maupun pejabat yang melintas.
Koordinator Forum Masyarakat untuk Transparansi Sumatera Utara (Formatsu), Rudi Harmoko, SH, menyampaikan kekecewaannya dengan suara yang berat oleh rasa frustasi.
“Ini bukan sekadar soal jalan berlubang, ini soal mentalitas birokrasi yang harus dibenahi,” ujarnya pada Sabtu (03/05/2025).
Rudi menilai kerusakan jalan yang setiap hari dilalui Bupati dan jajaran pejabat tinggi lainnya mencerminkan sikap abai terhadap hal-hal mendasar.
“Jalan ini bukan berada di pelosok. Ini jalan utama menuju kantor Bupati. Tapi anehnya, untuk mendapatkan perhatian anggaran, seolah harus antre panjang dulu. Mungkin para pejabat sudah terbiasa berjalan tanpa melihat ke bawah atau terlalu sibuk menatap kamera,” sindirnya.
Baca juga : Perbaikan Jalan Rusak Bekas Galian Pipa di Binjai Kembali Dilanjutkan
Ia menambahkan, kondisi ini memaksa masyarakat bertindak sendiri. “Warga akhirnya melakukan penimbunan semampunya. Bayangkan, rakyat tanpa wewenang dan fasilitas bergerak lebih dulu ketimbang mereka yang memiliki kekuasaan,” katanya.
Rudi juga mengkritik kebiasaan pejabat yang gemar melakukan inspeksi mendadak (sidak) demi sorotan media, namun justru mengabaikan persoalan nyata di depan mata.
“Seperti sidak ke Puskesmas Kedai Sianam yang dilakukan di luar jam kerja, saat tenaga medis tengah beristirahat menunggu pasien. Bukankah lebih manusiawi jika seorang pemimpin menunjukkan empati, bukan mencari sensasi? Pegawai puskesmas itu manusia, mereka bekerja bukan untuk sorotan kamera, tapi karena tanggung jawab yang berat,” tegasnya.
Menurut Formatsu, pembangunan tidak harus selalu diwujudkan lewat proyek-proyek besar atau kunjungan seremonial. Kadang, ia justru dimulai dari kepedulian sederhana seperti memperbaiki jalan yang menjadi penghubung antara pemimpin dan rakyat.
“Jika jalan menuju kantor Bupati saja dibiarkan rusak, bagaimana mungkin kita bisa berharap ada perbaikan di daerah yang lebih jauh? Yang dekat saja tak terjamah, apalagi yang tak terlihat,” tutup Rudi dengan nada getir.






